Padaperiode 1940-1960, di Jakarta ada tiga habaib yang seiring sejalan dalam berdakwah. Mereka itu: Habib Ali bin Abdurahman Alhabsyi (Kwitang), Ali bin Husein Alatas (Bungur) dan Habib Salim bin Jindan (Otista).
Kemerdekaan Indonesia adalah hadiah besar atas jerih payah segala perjuangan para pahlawan dan rakyat indonesia melawan kejahatan para penjajah. Begitu banyak dan panjang rangkaian sejarah Kemerdekaan Indonesia. Tentu momen yang paling bersejarah adalah saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari jerih payah perjuangan para Bapak Bangsa. Diantara sejarah panjang Proklamasi, ternyata ada sejarah yang banyak tidak diketahui oleh rakyat Indonesia. Pasalnya sejarah ini tidak dibukukan dan tidak diajarkan di sekolah-sekolah. Misalnya tentang peran tokoh agama, ulama, kyai, atau habaib dalam sejarah panjang satu tokoh yang ikut berperan dalam jalan panjang Proklamasi Kemerdekaan adalah Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang. Habib Ali Kwitang merupakan tokoh penentu hari dan waktu Proklamasi Kemerdekaan. Ini bisa terjadi karena kedekatan beliau dengan tokoh Proklamator utama, yaitu Ir. Soekarno atau lebih dikenal dengan panggilan Bung Ir. Soekarno bebas dari penjara Sukamiskin, beliau dijemput oleh sanak saudara dan sahabat setia beliau. Diantara dari mereka adalah M. Husni Thamrin, yang waktu itu beliau mengajak Bung Karno untuk tinggal di Batavia atau Jakarta. Saat Bung Karno tiba di Batavia, beliau diajak oleh Husni Thamrin untuk menemui Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi di Kampung Kwitang. Di Kwitang, Bung Karno tinggal selama empat bulan dengan mendapatkan nasihat dan ikut pengajian Habib Ali Kwitang, baik di rumah maupun di Masjid hari, saat Bung Karno sedang mengikuti pengajian Habib Ali Kwitang di masjid, Husni Thamrin datang untuk menjemput Bung Karno guna menghadiri pertemuan dengan masyarakat Batavia. Kemudian Bung Karno meminta izin kepada Habib Ali Kwitang untuk menghadiri acara tersebut, dan Habib Ali Kwitang pun mempersilahkannya. Dengan masih mengenakan sarung, Bung Karno pun menghadiri pertemuan tersebut dengan didampingi oleh M. Husni Thamrin. Inilah yang menjadi permulaan dekatnya seorang Bung Karno dengan Habib Ali Al Habsyi waktu itu ada perundingan antara Golongan Tua dan Golongan Muda dalam merumuskan dan menyusun teks Proklamasi yang berlangsung sejak pukul 2 dini hari hingga pukul 4 menjelang waktu sahur. Teks Proklamasi ditulis di ruang makan Laksamana Tadashi Maida di Jalan Imam Imam Bonjol. Setelah sahur dan sesudah adzan shubuh, Bung Karno menyempatkan diri untuk datang ke Kwitang dengan menyamar untuk menemui Habib Ali Al Habsyi Kwitang guna memohon doa restu bahwasannya besoknya akan diadakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada hari Jum’at, 17 Agustus 1945 Masehi bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364 Hijriyah pukul 10 siang, dibacakanlah teks Proklamasi oleh Bung Ali bin Abdurrahman Al Habsyi adalah salah seorang tokoh penyiar agama Islam terdepan di Jakarta pada abad 20. Beliau juga pendiri dan pimpinan pertama pengajian Majelis Taklim Kwitang yang merupakan satu cikal-bakal organisasi-organisasi keagaaman lainnya di Ali Kwitang lahir dari pasangan Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi dan Salmah. Ayahnya adalah seorang ulama dan da'i keturunan arab sayyid keturunan Rasulullah SAW yang hidup zuhud. Sementara ibunya adalah seorang wanita sholehah puteri seorang ulama Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Ayah beliau wafat saat Habib Ali Kwitang masih di usia kecil. Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi lahir di Jakarta, pada 20 April 1870 dan meninggal di Jakarta, pada 13 Oktober 1968 di umur 98 Foto di
Khoirudinmenambahkan, dari sejarah yang ada bahkan Presiden Soekarno dalam banyak langkah mengambil keputusan besar, termasuk menentukan hari dan tanggal Kemerdekaan RI seringkali berdiskusi dan meminta pendapat para ulama di antaranya Habib Ali Kwitang. "Ini hal yang luar biasa, dan kami sangat mendukung jika PWNU Jakarta mengusulkan ulama SEJUMLAH masjid bersejarah di Jakarta kerap dikunjungi ribuan umat Islam dari penjuru Indonesia, tak terkecuali Masjid Al Riyadh yang biasa disebut Masjid Kwitang yang berada di Jalan Kembang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Tak hanya beribadah, ribuan umat Islam ini juga melakukan ziarah ke makam Habib Ali Bin Abdurachman Bin Abdullah Al penuturan Ketua Dewan Kemakmuran DKM Masjid Kwitang, Nurdin Abdurahman, keberadaan Masjid Kwitang tak lepas dari perjuangan dakwah Habib Ali di Jakarta. Berawal hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini Masjid Kwitang menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas meter persegi."Jadi setelah Habib Ali menuntut ilmu di Hadralmaut, Yaman Selatan, beliau sempat berguru dengan Mufti Betawi yakni Habib Usman Bin Yahya. Ia pun membuat madrasah pertama di Jakarta dengan nama Madrasah Jamiatul Khair di Masjid Al Makmur Tanah Abang Jakarta," ujar Nurdin ketika ditemui Sindonews, beberapa waktu mendirikan madrasah, murid Habib Ali terus bertambah. Lama kelamaan, ia berpikir membawa muridnya belajar di kediamannya di Jalan Kramat Dua, Kwitang, Jakarta Pusat. Hal inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Islamic Center Indonesia."Setiap hari muridnya terus bertambah. Bahkan beliau hanya menyisakan sedikit bagian rumahnya untuk keluarganya. Hampir 3/4 rumahnya digunakan untuk tempat belajar agama atau majelis taklim," bertambahnya murid, sekitar tahun 1938 masehi, Habib Ali membangun surau sederhana dengan bentuk seperti rumah panggung. Bangunan musala itu dinamai Al Makmur karena Habib Ali terinspirasi dari nama Masjid Al Makmur yang berada di Tanah pada saat itu, Habib Ali memiliki majelis Taklim Unwanul Falah di Jalan Kemenangan dan masyarakat muslim sekitar Kwitang juga punya tempat ibadah baru bernama Masjid Al Makmur. "Tidak lama berdiri, Al Makmur mengalami musibah kebakaran," waktu lama bagi Habib Ali untuk membangun kembali masjid yang sudah rata dengan tanah itu. Dengan susah payah, akhirnya Masjid tersebut kembali berdiri dan diresmikan oleh Presiden pertama RI, Soekarno."Masjid ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diubah namanya menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat. Karena situasinya pada saat itu bangsa kita lagi menjaga kemerdekaan," Khuwatul Ummah yang disematkan pada Masjid yang berada di Jalan Kembang IV itu pun tidak bertahan lama. Habib Ali mendapatkan perintah dari gurunya di Hadralmaut untuk mengubah nama. "Belum jelas diketahui apa alasan perubahan nama tersebut," Masjid Khuwatul Ummah diubah menjadi Masjid Al Riyadh. Al Riyadh sendiri memiliki arti Taman. Secara harfiah, Al Riyadh berarti Taman Surga. "Taman Surga yang dimaksud di sini adalah masjid," menjelaskan, Masjid Al Riyadh hanya ada tiga di dunia. Pertama, ada di Hadralmaut, Yaman Selatan. "Dua ada di Indonesia di Kwitang sama di Kota Solo tepatnya di Pasar Kliwon," kini Masjid Jami Al Riyadh masih terus digunakan sebagai tempat ibadah umat muslim sekaligus sebagai tempat menimba ilmu Agama Islam. Selain dari warga sekitar, jamaah masjid ini juga berasal dari seluruh Indonesia bahkan hingga ke mancanegara.ysw CatatanKemerdekaan: Habib Kwitang dan Bendera Merah Putih [ JAKARTA, MASJIDUNA ]—Saat proklamasi kemerdekaan dibacakan pada 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi oleh Soekarno, kabar ini tidak cepat menyebar. Jangankan rakyat Indonesia, masyarakat Jakarta saja sebagian besar tidak tahu bahwa Indonesia baru saja merdeka.
- Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 1945, selain terjadi karena desakan golongan muda juga terjadi atas pertimbangan Ulama. Habib Ali Kwitang merupakan sosok yang menentukan tanggal dan waktu proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi atau akrab disapa Habib Ali Kwitang merupakan salah satu ulama berpengaruh dan disegani dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Petuah beliau menjadi pedoman sekaligus motivasi keberanian para pendiri bangsa untuk mengambil keputusan-keputusan besar penuh penuturan Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zein bin Umar Sumaith, Presiden Soekarno sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, terlebih dulu menemui Habib Ali Kwitang untuk meminta pendapat mengenai tanggal dan waktu yang tepat untuk membacakan Habib Ali Kwitang menentukan agar proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945 dan bertepatan dengan 9 Ramadhan. Habib Ali Kwitang lahir pada 20 April 1869 di Kampung Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Habib Ali lahir dari pasangan Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah, seorang putri kelahiran Meester Cornelis atau kawasan Jatinegara. Ayahnya, Habib Abdurrahman merupakan sahabat Habib Syekh bin Ahmad Bafaqih, seorang wali kutub yang dimakamkan di pemakaman Boyo Putih, Surabaya. Selain itu, Habib Abdurrahman juga merupakan sahabat sekaligus ipar dari Raden Saleh 1816-1880 M.Ia juga pendiri dan pemimpin pertama Majelis Taklim Kwitang yang menjadi cikal-bakal pendirian organisasi keagamaan di Tanah Betawi dan ke Yaman hingga HaramainMengutip tulisan Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an, Ustadz Miftah el-Banjary, Habib Ali Kwitang berangkat ke Hadramaut untuk belajar agama pada usia 12 tahun. Saat di Hadramaut, Habib Ali tidak menyia-nyiakan waktu untuk menuntut menempuh berbagai tradisi keilmuan untuk memperdalam khazanah keislaman seperti seperti fikih, tafsir, sejarah, dan banyak lagi. Di samping itu, Habib Ali juga bekerja sebagai buruh penggembala kambing untuk memenuhi kebutuhan berguru kepada seorang alim besar di Kota Bogor, Habib Hasan bin Ahmad Alaydrus. Selain itu, Habib Ali juga belajar kepada cendekiawan yang buta, yaitu Habib Ahmad bin Hasan Alatas di Kota guru-guru lainnya yang mendidik Habib Ali selama di Hadramaut. Setelah belajar di Hadramaut, Habib Ali Kwitang kemudian melanjutkan pencarian ilmunya ke Tanah Suci Makkah dan dua kota ini, dia belajar agama kepada Mufti Makkah Imam Habib Husein bin Muhammad Alhabsyi, dan sejumlah ulama besar. Sebagai pencari ilmu, Habib Ali Kwitang tergolong murid yang memiliki kemampuan hafalan yang sangat tinggi. Setelah delapan tahun menuntut ilmu di Hadramaut dan Makkah, Habib Ali pun kembali ke Tanah Air untuk memulai tugas keulamaan, tepatnya pada 1889 Ali Al-Habsyi juga berkesempatan ke Al-Haramain dan meneguk ilmu dari ulama di sana. Di antara gurunya di sana adalah Habib Muhammad bin Husain Al-Habsyi Mufti Makkah, Sayyid Abu Bakar Al-Bakri Syatha ad-Dimyati pengarang I'aanathuth Thoolibiin yang masyhur, Syeikh Muhammad Said Babsail hingga Syeikh 'Umar kembali ke Tanah Air, Habib Ali Kwitang terus melanjutkan rihlah keilmuan ke ulama-ulama ternama. Beliau pernah berguru kepada Habib Husein bin Muchsin Alatas dan Habib Usman bin Yahya, seorang Mufti yang berada di Jakarta. Habib Ali Kwitang juga menimba ilmu kepada sejumlah habib terkenal yang ada di Bogor, Pekalongan, Surabaya, Bangil, dan Bondowoso.jqf
\n\n \n habib ali kwitang dan soekarno
ALWalid Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi atau yang populer dengan sebutan Habib Ali Kwitang didukung penuh menjadi Pahlawan Kemerdekaan Republik Indonesia. Dukungan tersebut salah satunya datang dari Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta. PWNU DKI Jakarta mengusulkan agar Habib Ali Kwitang menjadi tokoh pahlawan kemerdekaan RI.

– Habib Ali Kwitang Al-Habsy merupakan tokoh penting dalam jejaring habaib pada akhir abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20. Hampir seluruh jejaring habaib di Nusantara dan Haramain terkoneksi dengannya, bahkan ia juga menghubungkan generasi sebelumnya dengan generasi setelahnya, juga antara ulama pribumi dan ulama pada tanggal 20 Jumadil Awal 1286 H/ 20 April 1870 M dan wafat Ahad 20 Rajab 1388 H/ 13 Oktober 1968 M dan dimakamkan di Komplek Masjid Kwitang. Ayahnya, Habib Abdurrahman wafat pada tahun 1881 M dan dimakamkan di Cikini, belakang Taman Ismail Habib Abdullah bin Muhammad bin Husain al-Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Beliau datang dari Hadramaut, bermukim di Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiyah dengan para Sultan dari Klan Algadri. Habib Ali Kwitang nyantri ke Hadramaut Yaman di rubath Habib Abdurrahman bin Alwi al- tahun 1303 H/ 1886 M kembali ke tanah air, beliau juga berguru kepada para alim ulama yang ada di Indonesia saat itu, diantaranya Habib Muhammad bin Thohir al-Haddad Tegal, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsy Surabaya, Habib Abdullah bin Muhsin al-Aththas Bogor dan beliau nyantri lagi ke Makkah dan mendapatkan ijazah dari ulama di Makkah, diantaranya Imam Muhammad bin Husain al-Habsyi Mufti Makkah, Syekh Muhammad Said Babsail Pengarang Kitab I’anatuth Tholibin dan di kota Madinah beliau nyantri kepada Habib Ali bin Ali al-Habsyi, Habib Abdullah Jamalullail Syekh Al-Asaadah, Syekh Sulaiman bin Muhammad al-Zabi anak dari pengarang kitab Maulid ke tanah air, Habib Ali Kwitang membuka pengajian tetap di Majelis Taklim Kwitang dan di tempat lainnya di seluruh Indonesia, hingga ke desa-desa yang terpencil di lereng-lereng gunung serta ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilanka dan tahun 1940-an, beliau mendirikan Masjid ar-Riyadh di Kwitang dan di samping masjid tersebut didirikannya sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Unwanul Falah. Sejak tahun 1919 M, beliau mendapat mandat untuk mensyiarkan Maulid Simthud Duror dari gurunya, Habib Muhammad bin Idrus ulama Betawi atau Jakarta yang pernah menjadi muridnya atau pernah belajar di madrasah yang didirikannya, diantaranya KH. Abdullah Syafi’I pendiri Pesantren Assyafi’iyah, KH. Thahir Rohili pendiri Pesantren Atthohiriyah, KH. Muhammad Na’im Cipete, KH. Muhajirin Cililitan dan KemerdekaanPada era pergerakan nasional, seperti guru Sayyid Usman Yahya, Habib Ali Kwitang juga seorang tokoh politik dan pejuang kemerdekaan, yaitu aktif di Partai Syarikat Islam pimpinan HOS Cokroaminoto dan Haji Agus di zaman pendudukan Jepang ia pernah dipenjara bersama Haji Agus Salim. Pada saat pemilu 1955, Habib Ali Kwitang kendati tidak memperlihatkan berpihak pada salah satu partai dan tidak pernah mengemukakan pilihannya pada orang lain tetapi ia lebih dekat dengan Nahdlatul Ulama NU.Ketika NU mengadakan Muktamar di Gedung Olahraga Lapangan Ikada Monas Jakarta, Habib Ali diminta membaca doa. Beliau juga banyak memiliki murid-murid orang NU, termasuk Ketua Umumnya saat itu KH. Idham Chalid yang kerap kali datang ke Ali Kwitang juga sempat menulis beberapa kitab, diantaranya Al-Azhar al-Wardhiyyah fi as-Shuurah an-Nabawiyyah dan Ad-Durar fi ash-Shalawat ala Khair Ali Kwitang tidak sendiri dalam gerakan anti kolonial, ia senantiasa ditemani Habib Ali Bungur dan Habib Salim Jindan. Habib Ali Bungur selalu mengobarkan semangat Jihad melawan penjajah dan selalu mengorbankan semangat anti penjajah dengan membawakan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menganjurkan melawan penjajah. Katanya, “Penjajah adalah penindas, kafir dan wajib diperangi”.Pada masa pemberontakan PKI ia selalu mengatakan bahwa “PKI dan Komunis akan lenyap dari bumi Indonesia dan rakyat akan selalu melawan kekuatan atheis. Ini berkah perjuangan para ulama dan auliya yang jasadnya bertebaran di seluruh nusantara”.Ia mendukung terbentuknya Negara Indonesia yang Bersatu, utuh serta berdaulat, tidak segan-segan menegur para pejabat yang mendatanginya dan selalu menyampaikan agar jurang antara pemimpin da rakyat dihilangkan dan rakyat mesti dicintai”.Sumber Masterpiece Islam Nusantara, sanad dan jejaring ulama-santri 1830-1945 – Zainul Milal Bizawie

inikisah nyata yang tidak ada di buku sejarah dimana Persiden Pertama Indonesia ir.Soekarno dan istrinya sewaktu di cari penjajah Jepang. beliau pernah tin
Home Dunia Islam Kamis, 12 Agustus 2021 - 1825 WIBloading... Menara dan Masjid Jami Kwitang Djakarta 1947, Senen, Jakarta Pusat, photographer Cas Oorthuys. Masjid ini adalah saksi sejarah kedekatan Presiden Soekarno dengan tokoh ulama Habib Ali-Habsyi. Foto/Koleksi Nederland Fotomuseum A A A Tak berlebihan kiranya jika kita mengagumi sosok Presiden RI Pertama Ir Soekarno. Kedekatannya dengan ulama Zurriyah Nabi, Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Jakarta menjadi berkah tersendiri bagi beliau dan juga bangsa Indonesia. Ada banyak referensi yang membuktikan bahwa Soekarno cukup dekat dengan tokoh habaib yang sangat dihormati di masa Soekarno itu. Bahkan, ulama keturunanan Nabi ini punya sumbangsih besar dalam penetapan hari dan waktu proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Baca Juga Sejarah dan Jejak Soekarno di Masjid KwitangSelaku pemimpin bangsa, Soekarno merangkul dan menghormati Habib Ali sebagai ulama yang patut dimintai fatwa dan nasihatnya. Betapa berkahnya sebuah bangsa tatkala pemimpin umaro dan ulama bergandengan tangan. Untuk diketahui, Masjid Kwitang pernah menjadi tempat sholat Soekarno dan para Founding Fathers bapak pendiri bangsa bersama Habib Ali Al-Habsyi. Bahkan disebutkan bahwa Bung Karno pernah bersembunyi di masjid ini ketika masa penjajahan Kwitang kini dikenal dengan Masjid Al Riyadh yang berlokasi di Jalan Kembang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Masjid ini sangat terkenal karena menyimpan banyak sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia. Di areal masjid ini juga Habib Ali Bin Abdurachman Bin Abdullah Al Habsyi dimakamkan dan hingga kini selalu ramai Kwitang merupakan tempat Habib Ali berdakwah. Awalnya hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas meter ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan namanya diubah menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat. Karena situasinya pada saat itu bangsa Indonesia sedang menjaga Al-Riyadh hanya ada tiga di dunia. Pertama, ada di Hadhramaut, Yaman. Dua lagi ada di Indonesia yaitu di Kwitang dan di Kota Solo tepatnya di Pasar Anto Djibril membenarkan kedekatan Soekarno dengan Habib Ali Habsyi. Dalam referensi yang dikumpulkannya dalam arsip Pustaka Lutfiyah diabadikan beberapa momen saat Soekarno dan para pemimpin Indonesia sholat Jumat bersama Habib Ali-Habsyi pada Tahun 1942. Baca Juga Bersambung!rhs habib ali bin abdurrahman alhabsyi sejarah kemerdekaan presiden soekarno hut ri ke 76 indonesia tangguh Artikel Terkini More 14 menit yang lalu 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu 5 jam yang lalu

HIDAYATUNACOM - Habib Ali Kwitang Al-Habsy merupakan tokoh penting dalam jejaring habaib pada akhir abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20. Hampir seluruh jejaring habaib di Nusantara dan Haramain terkoneksi dengannya, bahkan ia juga menghubungkan generasi sebelumnya dengan generasi setelahnya, juga antara ulama pribumi dan ulama hadrami.

twChXe. 499 216 440 402 86 267 430 385 373

habib ali kwitang dan soekarno